Indonesia Alami Over-Bank
Desakan konsolidasi perbankan menguat. Ini dikarenakan jumlah bank di Indonesia yang mencapai 130 tergolong over-bank (terlalu banyak). Sementara kapasitas maupun kapabilitas pelayanan sebagian besar bank itu amat rendah, lalu ditambah juga jaringan cabang, ATM, dan layanan internet banking hanya didominasi bank-bank papan atas. Kondisi industri perbankan Indonesia ini belum seideal di negara lain. Di Indonesia, 75% penguasaan pasar dipegang 10 bank, sedangkan di negara seperti Singapura, Swedia dan Belanda, pangsa pasar sebesar itu hanya dikuasai 5 bank. Ketiga negara itu adalah best practice industri perbankan global.
Tak mengherankan jika aset dan kapasitas modal bank di negara-negara tersebut jadi lebih besar. Oleh karena itu mendesak konsolidasi perbankan di Indonesia, dengan cara merger atau akuisisi. Penciutan jumlah bank itu berdampak positif karena memperkuat permodalan dan kepemilikan bank yang tersisa, selain itu, akan tercipta bank yang efisien, berjaringan luas, dan skala ekonomi tinggi. Masih ada sederet keuntungan lain dengan konsolidasi bank. Kemampuan investasi bank bisa meningkat, konsumen puas dengan jaringan luas, dan keragaman variasi produk. Pemerintah pun lebih mudah melakukan pengawasan sehingga kian efektif dan efisien.
Perampingan jumlah bank mendorong persaingan sehat antarbank. Sehingga kelak bank-bank di Indonesia bisa menjadi bank berskala global. Saat ini bank terbesar di Indonesia, Bank Mandiri, hanya menempati peringkat di luar 200 besar perbankan top di Asia Pasifik. Oleh karena itu, konsolidasi perbankan telah menjadi tren dunia sejak satu dekade lalu. Mantan Gubernur Bank Uni Eropa, James Attali memprediksi, dalam 20 tahun mendatang hanya terdapat 4 sampai 5 bank berskala global yang ditopang ratusan bank lokal pendukung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar